• Feed RSS

Pages

0

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas cara menambah blog pada technorati. Pada technorati kita dapat menambahkan blog baru jika kita memiliki lebih dari satu blog. Ada 4 langkah atau cara menambahkan alamat blog pada technorati sebagai berikut:

* LANGKAH I

1. Pada my account, pilih Tab blogs.

2. Pilih claim a Blog.

3. Pada blog url masukkan alamat blog anda misalnya: http://awaluddinwahab.blogspot.com

4. Klik begin claim.

* LANGKAH II

1. Ada 2 pilihan diantaranya quick claim dan post claim.

2. Sebaiknya pilih quick claim.

* LANGKAH III

1. Masukkan user blog kita dan password (nama user dan password harus sama dengan nama dan password pada blog).

2. Klik ''Quick Claim Now''.

* LANGKAH IV

1. Sampai tahap ini kita telah berhasil menambahkan alamat blog baru pada technorati.

2. Masukkan deskripsi atau uraian dan informasi blog kita.

3. Pilih bahasa inggris karena bahasa indonesia belum support.

4. Masukkan tags sesuai dengan isi blog Anda.

5. Pilih button pilihan technorati sesuai dengan keinginan, kode ini dapat kita copy paste dan di masukkan pada element halaman blog.

Semoga tulisan ini bermanfaat buat teman-teman.
0
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Epilepsi merupakan suatu
gangguan neurologis
yang relatif sering terjadi
dan merupakan gangguan
fungsionaris kronis yang
ditandai oleh aktivitas
serangan yang berulang.
Serangan kejang yang
merupakan gejala atau
manifestasi utama epilepsi
dapat diakibatkan karena
kelainan fungsional
(motorik dan sensorik/
psikis). Serangan tersebut
tidak lama, tidak terkontrol
serta timbul secara
episodic dan berkaitan
dengan pengeluaran
impuls oleh serebral yang
berlebihan dan
berlangsung lokal.
Epilepsi oleh Hipocrates
diidentifikasi sebagai
sebuah masalah yang ada
kaitannya dengan otak.
Epilepsi dapat menyerang
segala kelompok usia,
juga segala jenis bangsa
dan keturunan diseluruh
dunia. Pada kebanyakan
kasus mungkin terdapat
interaksi antara
predisposisi pembawaan
dan factor-faktor
lingkungan.
Fase dari aktivitas kejang
adalah fase prodormal,
aura, ikatal, dan poksital.
Fase prodormal meliputi
perubahan alam perasaan
atau tingkah laku yang
mungkin mengawali
kejang beberap jam/
beberapa hari. Fase aura
adalah awal dari
munculnya aktivitas
kejang dan dapat berupa
gangguan penglihatan,
pendengaran atau rasa
raba. Fase ikatal
merupakan fase dari
aktivitas kejang dan
biasanya terjadi gangguan
musculoskeletal.
Sedangkan fase poksital
adalah periode waktu dari
kekacauan mental /
somnolent / peka
rangsang yang terjadi
setelah kejang tersebut.
I.2 Rumusan Masalah
Insiden epilepsi
sesungguhnya tidak
diketahui, namun
diperkirakan jumlah
penderita epilepsy sekitar
0,5% penduduk. Perkiraan
ini menimbulkan baanyak
keraguan dan dianggap
konservatif apakah suatu
serangan kejang dapat
dikategorikan sebagai
serangan epilepsy. Banyak
pasien merahasiakan
penyakit ini sebab
masyarakat memiliki
pandangan yang negatif.
Belajar menyesuaikan diri
terhadap diskriminasi
sehubungan dengan
pekerjaan, pendidikan,
dan sosial seringkali lebih
sulit dibanding mengatasi
epilepsinya sendiri.
Berdasarkan uraian
tersebut diatas maka
kelompok menyajikan
sebuah “term of
reference” yaitu
bagaimana etiologi,
pathofisiologi, manifestasi
klinis, penatalaksanaan,
dan proses keperawatan
pasien dengan epilepsi
berdasarkan sebelas pola
yang diperkenalkan oleh
Gordon Maslow.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian
Epilepsi adalah suatu
gangguan serebral kronis
dengan berbagai macam
etiologi, yang ditandai oleh
timbulnya serangan
paroksismal yang berkala
sebagai akibat lepasnya
muatan listrik serebral
secara eksesif. Epilepsi
juga sering didefenisikan
sebagai suatu gangguan
serebral yang ditandai
dengan kejang akibat
pembebasan listrik yang
tidak terkontrol dari sel
syaraf korteks serebral,
yang ditandai dengan
serangan tiba-tiba, terjadi
gangguan kesadaran
ringan, aktivitas motorik
dan/gangguan fenomena
sensori. Secara umum
epilepsy didefenisikan
sebagai gejala-komplek
dari banyak gangguan
fungsi otak yang
dikarektiristik dengan
kejang berulang.
II.2 Etiologi
Secara umum penyebab
epilepsi belum diketahui
dengan jelas (idiopatik).
Penelitian yang dilakukan
oleh para ahli belum
mampu menjawab secara
pasti penyebab terjadinya
epilepsi. Namun ada
beberapa faktor yang
sering mengakibatkan
terjadinya kejang yang
juga menjadi pemicu
terjadinya serangan
epilepsi yaitu; akibat
trauma jalan lahir,
asphyxia neonatorum,
cedera kepala, beberapa
penyakit infeksi (seperti
virus, bakteri dan parasit),
keracunan (karbon
monooksida), masalah-
masalah sirkulasi darah,
demam, gangguan
metabolisme dan
intoksikasi obat-obatan
atau alkohol.
Adapun beberapa faktor
yang menjadi faktor
prepitasi (faktor yang
memicu terjadinya
serangan) adalah; (1) faktor
sensoris (seperti cahaya
yang berkedip-kedip,
bunyi-bunyi yang
mengejutkan, air panas),
(2) faktor sistemis (seperti
demam, penyakit infeksi,
obat-obat tertentu), dan
(3) faktor mental (seperti
stress dan gangguan
emosi).
II.3 Pathofisiologi
Gejala-gejala yang
ditimbulkan akibat
serangan epilepsi sebagian
karena serangan epilepsi,
sebagian karena otak
mengalami kerusakan dan
berat atau ringannya
gangguan tersebut
tergantung dari lokasi dan
keadaan pathologinya. Bila
terjadi lesi pada bagian
otak tengah, thalamus dan
korteks serebri
kemungkinan bersifat
epileptogenik. Sedangkan
lesi pada serebelum dan
batang otak biasanya tidak
meyebabkan serangan
epileptik.
Serangan epilepsi terjadi
karena adanya lepasan
muatan listrik yang
berlebihan dari neuron-
neuron di susunan syaraf
pusat yang terlokalisir
pada neuron-neuron
tersebut. Gangguan
abnormal dari lepasnya
muatan listrik ini terjadi
karena adanya gangguan
keseimbangan antara
proses eksesif/eksitasi dan
inhibisi pada interaksi
neuron. Selain itu hal
tersebut diatas juga dapat
disebabkan karena
gangguan pada sel
neuronnya sendiri atau
transmisi sinaptiknya.
Transmisi sinaptik oleh
neurotransmitter yang
bersifat eksitasi atau
inhibitor dalam keadaan
gangguan keseimbangan
akan mempengaruhi
polarisasi membran sel,
sehingga jika sampai pada
tingkat membran sel
maka neuron epileptik
ditandai oleh proses
biokimia tertentu yaitu; (1)
ketidakstabilan membran
sel syaraf sehingga sel
mudah diaktifkan, (2)
neuron yang
hipersensitivitas dengan
ambang yang menurun
sehingga mudah
terangsang secara
berturut-turut, (3)
kemungkinan terjadi
polarisasi yang berlebihan,
hyperpolarisasi atau
terhentinya repolarisasi,
karena terjadi perbedaan
potensial listrik lapisan
intra sel dan ekstra sel
dimana lapisan intra sel
lebih rendah, (4) adanya
ketidakseimbangan ion
yang mengubah
lingkungan kimia dari
neuron yang
menyebabkan membran
neuron mengalami
depolarisasi.
Neurotransmiter yang
bersifat inhibisi akan
menimbulkan keadaan
depolarisasi yang akan
melepaskan muatan listrik
secara berlebihan yaitu
asetikolin, noradrenalin,
dopamine dan
hidroksitriptamin.
Penyebaran epileptik dari
neuron-neuron kebagian
otak lain dapat terjadi oleh
gangguan pada kelompok
neuron inhibitor yang
berfungsi menahan
pengaruh neuron lain
sehingga terjadi
sinkronisasi dan aktivasi
yang berulang-ulang
sehingga terjadi perluasan
sirkuit kortikokortikal
melalui serabut asosiasi
atau ke kontralateral
melalui korpus kalosum,
projeksi thallamokortikal
difusi, penyebaran
keseluruh ARAS sehingga
klien kehilangan kesadaran
atau gangguan pada
formatio retikularis
sehingga sistem motoris
kehilangan kontrol
normalnya, dan
menimbulkan kontraksi
otot polos.
II.4 Manifestasi Klinis
Bergantung pada lokasi
muatan neuron-neuron,
kejang dapat direntang
dari serangan awal
sederhana sampai
gerakan konvulsif
memanjang dengan
hilangnya kesadaran. Pola
awal kejang menunjukan
daerah otak dimana
kejang tersebut berasal.
Pada kejang parsial
sederhana, hanya satu jari
atau tangan yang
bergetar, mulut dapat
tersentak tanpa terkontrol.
Individu berbicara tanpa
dipahami, pusing, merasa
melihat sinar, bunyi, bau
atau rasa yang tidak
umum atau tidak
nyaman.
Pada kejang parsial
kompleks, individu tetap
tidak bergerak atau
bergerak secara automatik
tetapi tidak sesuai dengan
tempat dan waktu,
mengalami emosi
berlebihan seperti takut,
marah, gembira atau
sensitive terhadap
rangsangan.
Pada kejang umum, atau
lebih dikenal dengan
kejang grand mal,
melibatkan kedua
hemisfer otak sehingga
menyebabkan kedua sisi
tubuh bereaksi. Biasanya
terjadi kekakuan intens
pada seluruh tubuh yang
diikuti dengan kejang
yang bergantian dengan
relaksasi dan kontraksi
otot. Klien sering
mengalami penekanan
pada lidah dan
inkontinensia urine dan
faeces. Setelah satu atau
dua menit gerakan
konvulsi akan
menghilang, pasien rileks
dan mengalami koma dan
disertai bunyi napas yang
bising. Pada keadaan
postikal (setelah kejang)
pasien sering mengalami
konfusi, sulit bangun dan
tidur berjam-jam. Banyak
klien mengeluh sakit
kepala dan otot setelah
serangan berakhir.
II.5 Evaluasi Diagnosa
Pengkajian diagnostik
bertujuan dalam
menentukan tipe kejang,
frekuensi, beratnya dan
faktor-faktor pencetus.
Sebuah penelitian
dilakukan untuk penyakit
atau cedera kepala yang
dapat mempengaruhi
otak. Selain itu dapat pulah
dilakukan pengkajian fisik
dan neurologik,
haematologi, dan
serologic. Pencitraan CT
digunakan untuk
mendeteksi lesi pada otak,
fokal abnormal, serebro-
vasculer abnormal, dan
perubahan degeneratif
serebral.
Elektroenchefalogram
(EEG) melengkapi bukti
diagnostik dalam proporsi
substansial dari pasien
epilepsi dan membantu
menklasifikasi tipe kejang.
Keadaan abnormal pada
EEG selalu terus menerus
terlihat diantara kejang,
atau jika letupan muncul
mungkin akibat dari
hiperventilasi atau selama
tidur. Mikroelektroda dapat
dimasukan kedalam otak
untuk memeriksa aksi dari
sel otak tunggal. Ini perlu
dicatat karena ada
beberapa orang yang
mengalami kejang dengan
EEG normal. Telemetri dan
alat komputer digunakan
untuk mengambil dan
sebagai pusat pembacaan
EEG dalam pita komputer
sambil klien melakukan
aktivitasnya.
Selain menggunakan EEG
dan CT Scan, dalam
menentukan diagnosa
epilepsy dapat pulah
dilakukan pemeriksaan
laboratorium seperti
pemeriksaan kadar
elektrolit, glukosa, ureum/
kratinin dan sel darah
merah. Selain itu dapat
pula dilakukan foto
rontgen untuk
mengidentifikasi adanya
fraktur.
II.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epilepsi
dilakukan secara individual
untuk memenuhi
kebutuhan khusus
masing-masing pasien
dan tidak hanya untuk
mengatasi tetapi juga
mencegah kejang.
Penatalaksanaan yang
berbeda ini disebabkan
karena bentuk epilepsy
yang muncul akibat
kerusakan otak dan juga
bergantung pada
perubahan kimia otak.
Penatalaksanaan pada
penderita epilepsi dapat
dilakukan dengan dua cara
yaitu; penatalaksanaan
primer dan
penatalaksanaan
sekunder.
Penatalaksanaan primer
epilepsi dilakukan dengan
memberikan obat-obatan
untuk mencegah
serangan kejang atau
untuk mengurangi
frekuensinya sehingga
klien dapat menjalani
kehidupan normalnya.
Obat yang diberikan
disesuaikan dengan jenis
serangannya dan
biasanya menggunakan
kombinasi obat-obatan
dengan tujuan untuk
mengurangi efek samping
yang ditimbulkan. Namun
saat ini dokter cenderung
menggunakan satu jenis
obat dengan sedapat
mungkin mengurangi
dosis obat yang diberikan.
Jenis obat yang sering
digunakan pada
pengobatan epilepsi
adalah;
Golongan Barbiturat,
seperti Fenobarbital dan
Pirimidon
Golongan Hidantoin,
seperti Fanitoin/Dilantin
dan Mefenitoin
Golongan Iminostilben,
seperti Karbamazepin
Golongan Benzodiazepin,
seperti Diazepam dam
Klonazepam
Golongan Suksinimid,
seperti Etosuksimid dan
Metosuksimid
Golongan Asam
valproat/depakene.
Pengobatan epilepsy
dapat juga dilakukan
dengan pembedahan.
Pembedahan ini
diindikasikan bagi untuk
pasien yang mengaalami
epilepsi akibat tumor
intrakranial, abses, kista,
atau adanya anomali
vaskuler.
Penatalaksanaan sekunder
yang dapat dilakukan
adalah dengan
mempertahankan patensi
jalan napas dan
mencegah terjdinya
cedera. Mempertahankan
klien dalam posisi
berbaring kesalah satu sisi
dapat mengurangi
kemungkinan aspirasi isi
lambung dan saliva serta
mencegah lidah jatuh
kebelakang. Mencegah
terjadinya cedera
dilakukan dengan
melindungi kepala saat
terjadi serangan serta
memindahkan benda-
benda yang dapat
membahayakan
penderita. Selain itu
penting dilakukan
pendekatan secara holistik
yang meliputi aspek
psikologis penderita dan
sikap keluarga,
masyarakat terhadap
penderita epilepsi.
II.7 Proses Keperawatan
Asuhan Keperawatan
yang diberikan kepada
klien dengan epilepsy
adalah berdasarkan pada
tahapan-tahapan dalam
proses keperawatan.
Tahapan-tahapan tersebut
meliputi pengkajian,
penentuan diagnosa,
perencanaan,
implementasi, dan evalusi.
a)Pengkajian
Pada tahap ini perawat
mengumpulkan semua
informasi termasuk
tentang riwayat kejang.
Hal-hal yang perlu dikaji
antara lain:
Riwayat kesehatan yang
berhubungan dengan
faktor resiko bio-psiko-
sosial-spiritual.
 Aktivitas/Istirahat
Data Subyektif : Keadaan
umum lemah, lelah,
menyatakan keterbatasan
aktifitas, tidak dapaat
merawat diri sendiri.
Data Obyektif :
Menurunnya kekuatan
otot/otot yang lemah
Peredaran darah
Data Obyektif : Data yang
diperoleh saat serangan
yaitu; hipertensi, denyut
nadi meningkat, cyanosis.
Setelah serangan tanda-
tanda vital dapat kembali
normal atau menurun,
disertai nadi dan
pernapasan menurun.
Eliminasi
Data Subyektif : Tidak
dapat menahan BAB/BAK
Data Obyektif : Saat
serangan terjadi
peningkatan tekanan pada
kandung kemih dan otot
spincter, setelah serangan
dalam keadaan
inkontinentia otot-otot
kandung kemih dan
spincter rileks.
Makanan /cairan
Data Subyektif : Selama
aktivitas serangan
makanan sangat sensitive
Data Obyektif : Gigi/gusi
mengalami kerusakan
selama serangan, gusi
hiperplasia/bengkak akibat
efek samping dari obat
dilantin.
Persyarafan
Data Subyektif : Selama
serangan; ada riwayat yeri
kepala, kehilangan
kesadaran/pinsan,
kehilangan kesadaran
sesaat/lena, klien
menangis, jatuh, disertai
komponen motorik
seperti kejang tonik-klonik,
mioklonik, tonik, klonik,
atonik. Klien menggigit
lidah, mulut berbuih, ada
incontinentia urine dan
faeces, bibir dan muka
berubah warna (biru),
mata/kepala menyimpang
pada satu posisi dan
beberapa gerakan terjadi
dimana lokasi dan sifatnya
berubah pada satu posisi
atau keduanya.
Sesudah serangan; klien
mengalami lethargi,
bingung, otot sakit,
gangguan bicara, nyeri
kepala. Ada perubahan
dalam gerakan misalnya
hemiplegi sementara, klien
ingat/tidak terhadap
kejadian yang dialaminya.
Terjadi perubahan
kesadaran/tidak,
pernafasan, denyut
jantung. Ada cedera
seperti luka memar,
geresan dll.
Riwayat sebelum
serangan; lamanya
serangan, frekuensi
serangan, ada factor
prepitasi (suhu tinggi,
kurang tidur, emosional
labil), pernah menderita
sakit berat yang disertai
hilangnya kesadaran.
Pernah mengkonsumsi
obat-obatan tertentu/
alcohol. Ada riwayat
penyakit yang sama
dalam keluarga.
Interaksi sosial
Data Subyektif : Terjadi
gangguan interaksi
dengan orang lain/
keluarga karena malu
Konsep diri
Data Subyektif : Merasa
rendah diri, ketidak
berdayaan, tidak
mempunyai harapan.
Data Obyektif : Selalu
waspada/berhati-hati
dalam hubungan dengan
orang lain.
Kenyamanan /Nyeri
Data Subyektif: Sakit
kepala, nyeri otot/
punggung, nyeri
abnormal paroksismal
selama fase iktal
Data Obyektif : Tingkah
laku yang waspada,
gelisah/distraksi dan
perubahan tonus otot.
b)Perumusan Diagnosa/
masalah klien
Masalah keperawatan
yang mungkin timbul
pada klien dengan epilepsi
adalah sebagai berikut:
1)Potensial terjadi
kecelakaan: trauma,
kekurangan oksigen
Kemungkinan Penyebab :
hilangnya koordinasi otot-
otot tubuh, kelemahan,
keterbatasan pengobatan,
ketidakseimbangan
emosional, penurunan
tingkat kesadaran.
2)Tidak efektifnya jalan
napas/pola napas
Kemungkinan Penyebab :
sumbatan
tracheobronchial dan
aspiasi.
3)Gangguan konsep diri:
harga diri rendah, identitas
diri tidak jelas
Kemungkinan Penyebab :
tidak mampu mengontrol
diri saat terjadi serangan.
4)Kurangnya pengetahuan
tentang keadaan yang
diderita
Kemungkinan Penyebab :
keterbatasan
pengetahuan, informasi
yang salah dan kegagalan
pengobatan.
c)Perencanaan
1)Potensial terjadinya
kecelakaan/trauma
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Pasien mengemukakan
faktor-kaktor yang dapat
menyebabkan trauma,
dan pengaruh obat-obat
yang diberikan. Pasien
memperlihatkan tingkah
laku yang kooperatif dan
terhindar dari penyebab
trauma. Pasien dapat
menghindari keadaan
yang dapat menyebabkan
serangan yang tiba-tiba.
2)Pola napas tidak efektif
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Jalan napas/pola napas
menjadi efektif dan tidak
terjadi aspirasi
3)Gangguan konsep diri
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Klien dapat
mengidentifikasi perasaan,
pola koping yang positif.
Secara verbal mempunyai
peningkatan harga diri.
Menerima keadaan dirinya
dan perubahan fungsi/
peran/gaya hidup yang
dihadapinya.
4)Kurangnya pengetahuan
tentang keadaan yang
diderita
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Secara verbal mengerti
dengan keadaannya dan
mengidentifikasi macam-
macam stimulus yang
dapat menyebabkan
serangan,
memperlihatkan
perubahan tingkah laku
yang positif sesuai dengan
keadaannya. Klien dapat
mengontrol secara rutin
untuk memperoleh
pengobatan yang teratur.
d)Implementasi/Intervensi
1)Potensial terjadinya
kecelakaan/trauma
Intervensi Keperawatan :
Bersama klien
mengidentifikasi faktor-
faktor yang menyebabkan
serangan secara tiba-tiba.
Bila serangan tidak terjadi
ditempat tidur letakan
bantal dibawah kepala
klien atau kepala klien
dipangkuan perawat
untuk mencegah kepala
terbentur dilantai.
Observasi tanda-tanda
vital
Dampingi klien selama
serangaan berlangsung
untuk mencegah bahaya
luka fisik, aspirasi dan
tergigitnya lidah.
Miringkan kepala untuk
mencegah aspirasi
Bila memungkinkan
dapat menggunakan
spatel lidah saat terjadi
serangan
Hindarkan alat/benda
yang membahayakan
Longgarkan pakaian
yang sempit dan pegang
ekstremitas klien
Catat semua gejala dan
tipe serangan epilepsy
Diskusikan tentang
tanda-tanda serangan
yang mendadak
Tindakan kolaboratif:
Berikan obat-obat sesuai
program, misalnya anti
epileptik, luminal,
diazepam, glukosa,
thiamine dan lain-lain
Monitor dan catat efek
samping obat tersebut
Monitor tingkat
keseimbangan elektrolit
dan glukosa
2)Pola napas tidak efektif
Intervensi Keperawatan:
Bila klien tidak sadar, jaga
agar pernafasan tetap
lancar dan terbuka.
Observasi tanda-tanda
vital untuk menjaga
kesimbangan makanan/
cairan dan elektroloit
tubuh, bila perlu beri infus
dan NGT.
Bila terdapat lendir pada
jalan napas, lakukan
suntion
Tindakan kolaboratif:
Beri oksigen sesuai
program
Monitor intubasi bila
terpasang
3)Gangguan konsep diri
Intervensi Keperawatan:
Diskusi tentang perasaan
yang dialami klien
Dorong klien untuk
mengekspresikan pikiran
dan perasaannya
Kaji kemampuan klien
yang positif yang sesuai
dengan keadaan sehingga
dapat memanfaatkan
kemampuan tersebut
untuk meningkatkan
harga diri klien dan dapat
hidup dimasyarakat.
Tindakan Kolaboratif :
Anjurkan klien untuk
masuk dalam kelompok
penderita epilepsi, (bila
ada)
Diskusikan dengan
phsikolog tentang keadaan
klien.
4)Kurangnya pengetahuan
tentang keadaan yang
diderita
Intervensi Keperawatan :
Kaji keadaan pathologi/
kondisi klien dan
pengobatan yang pernah
diperolehnya.
Beri penjelasan kepada
klien untuk mengontrol
dan minum obat secara
teratur.
Jelaskan kepada klien
tentang keadaan-keadaan
yang sedang dihadapinya
dan faktor-faktor yang
dapat menimbulkan
serangan;
• Jumlah yang tidak
adequate dari obat anti-
epilepsi dalam darah,
• Obat-obat yang tidak
cocok,
• Terjadinya hiperventilasi,
•Trauma otak, demam,
penyakit tertentu,
• Kurang/tidak tidur,
•Stress emosional,
•Perubahan hormonal,
misalnya hamil atau
menstruasi,
• Nutrisi yang buruk,
•Cairan dan elektrolit yang
tidak seimbang, dan
• Alkohol atau obat-obatan.
Jelaskan keadaan yang
harus dihadapi terhadap
keadaannya, misalnya
pekerjaan, mengendarai
mobil, olah raga dan
rekreasi dan sebagainya.
Anjurkan klien untuk
selalu membawa tanda
pengenal bila bepergian.
e)Evaluasi
Pada tahap ini perawat
mengkaji kembali hal-hal
yang telah dilakukan,
berdasarkan pada kriteria
hasil yang telah
ditetapkan. Apabila masih
terdapat masalah-masalah
klien yang belum teratasi,
perawat hendaknya
mengkaji kembali hal-hal
yang berkenaan dengan
masalah tersebut dan
kembali melakukan
intervensi keperawatan.
Sebaliknya bila masalah
klien telah teratasi maka
perlu dilakukan
pengawasan dan
pengontrolan yang teratur
untuk mencegah
timbulnya serangan atau
gejala-gejala yang
memicu terjadinya
serangan.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian
tersebut diatas maka
dapat disimpulkan
beberap hal yang menjadi
pokok dalam pembahasan
yaitu:
a) Epilepsi merupakan
gangguan otak kronik
dengan ciri timbulnya
gejala-gejala berupa
serangan yang berulang-
ulang yang diakibatkan
karena pelepasan impuls
listrik abnormal pada sel-
sel syaraf otak dan bersifat
reversible dengan
berbagai macam etiologi.
b) Sebagian besar kasus
epilepsi adalah epilepsi
idiopatik (belum jelas
peneyebabnya) dan
secara medis dapat
dikurangi frekuensi
serangan dengan
memberikan obat-obat
epileptik.
c) Dalam Proses
Keperawatan klien dengan
epilepsi ada beberapa hal
yang harus diperhatikan
diantaranya status
epileptikus yang dapat
menimbulkan cedera dan
sumbatan jalan napas;
sedangkan dalam
penatalaksanaan secara
kontekstual penting untuk
membantu klien
menentukan konsep
dirinya dan gambaran diri
sehubungan dengan
keadaan yang dialaminya.
III.2 Saran
Makalah kecil ini mencoba
mengupas konsep medis
dan konsep keperawatan
tentang epilepsi.
Kelompok menyadari
bahwa apa yang disajikan
masih jauh dari
kesempurnaan, dan oleh
karenya kelompok sangat
mengharapkan masukan
dari rekan-rekan
mahasiswa dan terlebih
kepada Bapak dosen
pembimbing mata kuliah
ini sehingga apa yang
dibahas diatas tidak hanya
merupakan sesuatu yang
sifatnya kontekstual dan
hanya merupakan sebuah
konsep, melainkan dapat
menjadi pijakan bagi
mahasiswa dalam konteks
aplikatifnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.Bruner & Suddarth,
1997, Keperawatan
Medikal Bedah, Edisi 8,
ECG- Kedokteran, Jakarta.
2.Doenges, Moorhause &
Geisher, 2002, Rencana
Asuhan Keperawatan,
Pedoman untuk
Perencanaan dan
Pendokumentasian
Perawatan Pasien, ECG-
Kedokteran, Jakarta.
3.Sylvia Price & Wilson,
1995, Pathofisiologi,
Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit, ECG-
Kedokteran, Jakarta.
4.Pusat Pendidikan
Tenaga Kesehatan, 1995,
Asuhan Keperawatan
pada Klien Gangguan
Sistem Persyarafan,
DEPKES, Jakarta.
5.Arif Mansjoer dkk.,
2000, Kapita Selekta
Kedokteran, Media
Aesculapius, FK-UI,
Jakarta.
Untuk membuat artikel di blog, biasanya kita di haruskan masuk terlebih ke dashboard atau admin panel. Sebenarnya Anda bisa posting artikel tanpa masuk ke dashboard atau admin panel. Kamu bisa pakai Microsoft Word 2007
buat posting artikel. Apa keuntungan menuliskan melalui Microsoft Word 2007 yang jelas adalah kita bisa langsung mengirimkan tulisan yang sudah berbentuk document untuk dikirimkan langsung tanpa proses penyesuaian (editing) yang panjang untuk di sesuikan lagi dengan text editor blog engine kita. Selain itu menggunakan Microsoft Word 2007 ini kita bisa lebih leluasa melakukan (editing) artikel termasuk melakukan upload gambar, karena gambar akan otomatis terupload dengan sendirinya.

Setting Microsoft Word 2007

Yang pertama kita lakukan adalah melakukan setting terhadap Microsoft Word 2007. Berikut langkah-langkahnya:
  1. Buka Microsoft Word, kemudian klik Office Button > New. Setelah itu di dialog ''New Document'' pilih ''New Blog Post''
  2. Kemudian pilih ''Manage Account''. Apabila belum pernah disetting sebelumnya maka akan langsung masuk ke jendela ''Manage Account''
  3. Pilih blog provider kamu. Apakah kamu menggunakan worpress atau blogspot, kemudian tekan next
  4. Setelah itu akan muncul dialog untuk memasukkan alamat xmlrpc beserta username dan password blog kamu, pastikan mengaktifkan ''Remember Password'' agar tak perlu memasukkan password setiap melakukan posting
  5. Setelah itu, Microsoft Word akan melakukan koneksi dengan blog kamu dan kamu siap menulis
.
Semoga tulisan ini bermanfaat..