• Feed RSS

Pages

0
Jika Anda ingin mencari nama seseorang di situs jejaring social seperti
Facebook, Friendster,
Hi5, Myspace maupun
Twitter tanpa repot-
repot harus masuk
terlebih dulu di masing-
masing situs tersebut,
maka anda bisa
memanfaatkan search
engine google. Dengan
menggunakan beberapa
keyword tertentu anda
bisa melakukan pencarian
dengan sangat mudah
menggunakan google
untuk menemukan
teman-teman anda di
situs jejaring sosial
(Social Networking).
Berikut beberapa keyword
yang bisa anda gunakan :
1. Mencari nama
seseorang di
Facebook
i n t i t l e : " n a m a
y a n g a n d a
c a r i "
s i t e : f a c e b o o k . c o m
2. Mencari nama
seseorang di
Friendster
i n t i t l e : " n a m a
y a n g a n d a
c a r i "
s i t e : p r o f i l e s . f r i e n d s t e r . c o m
3. Mencari nama
seseorang di Hi5
i n t i t l e : " n a m a
y a n g a n d a
c a r i "
s i t e : h i 5 . c o m
4. Mencari nama
seseorang di Myspace
i n t i t l e : " n a m a
y a n g a n d a
c a r i " " o n
M y S p a c e "
s i t e : m y s p a c e . c o m
5. Mencari nama
seseorang di Twitter
i n t i t l e : " n a m a
y a n g a n d a
c a r i " " o n
T w i t t e r "
s i t e : t w i t t e r . c o m
Selamat Mencoba !!
0
LAPORAN
PENDAHULUAN
TONSILLITIS
A.Pengertian
Tonsilitis merupakan
peradangan pada tonsil
yang disebabkan oleh
bakteri atau kuman
streptococcusi beta
hemolyticus,
streptococcus viridans
dan streptococcus
pyogenes dapat juga
disebabkan oleh virus,
pada tonsilitis ada dua
yaitu :
-Tonsilitis Akut dan
-Tonsilitis Kronik
B.Etiologi
Disebabkan oleh kuman
streptococcus beta
hemolyticus,
streptococcus viridans
dan streptococcus
pyogenes yang menjadi
penyebab terbanyak dapat
juga disebabkan oleh
virus.
Faktor predisposis adanya
rangsangan kronik (rokok,
makanan), pengaruh
cuaca, pengobatan radang
akut yang tidak adekuat
dan higiene, mulut yang
buruk.
C.Patofisiologi
Penyebab terserang
tonsilitis akut adalah
streptokokus beta
hemolitikus grup A.
Bakteri lain yang juga
dapat menyebabkan
tonsilitis akut adalah
Haemophilus influenza
dan bakteri dari golongan
pneumokokus dan
stafilokokus. Virus juga
kadang – kadang
ditemukan sebagai
penyebab tonsilitis akut.
1.Pada Tonsilitis Akut
Penularan terjadi melalui
droplet dimana kuman
menginfiltrasi lapisan Epitel
kemudian bila Epitel ini
terkikis maka jaringan
Umfold superkistal
bereaksi dimana terjadi
pembendungan radang
dengan infiltrasi leukosit
polimorfo nuklear.
2.Pada Tonsilitif Kronik
Terjadi karena proses
radang berulang maka
Epitel mukosa dan
jaringan limpold terkikis,
sehingga pada proses
penyembuhan jaringan
limpold, diganti oleh
jaringan parut. Jaringan ini
akan mengerut sehingga
ruang antara kelompok
melebar (kriptus) yang
akan di isi oleh detritus
proses ini meluas hingga
menembus kapsul dan
akhirnya timbul
purlengtan dengan
jaringan sekitar fosa
tonsilaris.
Jadi tonsil meradang dan
membengkak, terdapat
bercak abu – abu atau
kekuningan pada
permukaannya, dan jika
berkumpul maka
terbentuklah membran.
Bercak – bercak tersebut
sesungguhnya adalah
penumpukan leukosit, sel
epitel yang mati, juga
kuman – kuman baik
yang hidup maupun yang
sudah mati.
D. Manisfestasi Klinis
Keluhan pasien biasanya
berupa nyeri
tenggorokan, sakit
menelan, dan kadang –
kadang pasien tidak mau
minum atau makan lewat
mulut. Penderita tampak
loyo dan mengeluh sakit
pada otot dan persendian.
Biasanya disertai demam
tinggi dan napas yang
berbau, yaitu :
• Suhu tubuh naik sampai
40 oC.
• Rasa gatal atau kering
ditenggorokan.
• Lesu.
• Nyeri sendi, odinofagia.
• anoreksia dan otolgia.
• Bila laring terkena suara
akan menjadi serak.
• Tonsil membengkak.
• Pernapasan berbau.
E. Komplikasi
• otitis media akut.
• Abses parafaring.
• abses peritonsil.
• Bronkitis,
• Nefritis akut, gout /
artritis, miokarditis.
• Dermatitis.
• Pruritis.
• Furunkulosis.
F. Pemeriksaan Penunjang
• Kultur dan uji resistensi
bila perlu.
• Kultur dan uji resistensi
kuman dari sediaan apus
tonsil.
G. Penatalaksanaan Medis
Sebaiknya pasien tirah
baring. Cairan harus
diberikan dalam jumlah
yang cukup, serta makan
– makanan yang berisi
namun tidak terlalu padat
dan merangsang
tenggorokan. Analgetik
diberikan untuk
menurunkan demam dan
mengurangi sakit kepala.
Di pasaran banyak
beredar analgetik
(parasetamol) yang sudah
dikombinasikan dengan
kofein, yang berfungsi
untuk menyegarkan
badan.
Jika penyebab tonsilitis
adalah bakteri maka
antibiotik harus diberikan.
Obat pilihan adalah
penisilin. Kadang – kadang
juga digunakan
eritromisin. Idealnya, jenis
antibiotik yang diberikan
sesuai dengan hasil
biakan. Antibiotik diberikan
antara 5 sampai 10 hari.
Jika melalui biakan
diketahui bahwa sumber
infeksi adalah
Streptokokus beta
hemolitkus grup A, terapi
antibiotik harus
digenapkan 10 hari untuk
mencegah kemungkinan
komplikasi nefritis dan
penyakit jantung rematik.
Kadang – kadang
dibutuhkan suntikan
benzatin penisilin 1,2 juta
unit intramuskuler jika
diperkirakan pengobatan
orang tidak adekuat.
• Terapi obat lokal untuk
hegiene mulut dengan
obat kumur atau obat
isap.
• Antibiotik golongan
penisilin atau sulfonamida
selama 5 hari.
• Antipiretik.
• Obat kumur atau obat
isap dengan desinfektan.
• Bila alergi pada penisilin
dapat diberikan eritromisin
atau klindamigin.
DAFTAR PUSTAKA
Belden MD. THT : www.
emedicine. com. Last
Updated 24 Juni 2003.
Mansjoer, Arif. 2000.
Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi 3. FKUI. Jakarta.
Saten S. Chalazion. Taken
From : www. emedicine.
com. Last Updated : 5 Juli
2007
0
A.KONSEP DASAR MEDIK
1.1Pengertian
Katarak adalah opasitas
lensa kristalina yang
normalnya jernih dan
merupakan suatu daerah
yang berkabut dan keruh
didalam lensa.
Pada stadium dini
pembentukan katarak,
protein dalam serabut-
serabut lensa dibawah
kapsul mengalami
denaturasi. Lebih lanjut
protein tadi berkoagul;asi
membentuk daerah keruh
menggantikan serabut-
serabut protein lensa yang
dalam keadaan normal
seharusnya transparan.
Bila suatu katarak telah
menghalangi cahaya
dengan hebat sehingga
sangat mengganggu
penglihatan, maka
keadaan itu perlu
diperbaiki dengan cara
mengangkat lensa melalui
operasi. Bila ini dilakukan,
maka mata kehilangan
sebagaian besar daya
biasnya, dan harus
digantikan dengan lensa
konveks berdaya penuh
didepan mata, atau
sebuah lensa buatan
ditanam didalam mata
pada tempat lensa
dikeluarkan.
1.2Etiologi
Sebagian besar katarak
yang disebut katarak
senilis, terjadi akibat
perubahan-perubahan
degeneratif yang
berhubungan dengan
pertambahan usia.
Pajanan terhadap sinar
matahari selama hidup,
alkohol, merokok dan
asupan vitamin
antioksidan yang kurang
dalam jangka waktu yang
lama serta predisposisi
herediter berperan dalam
munculnya katarak senilis.
Katarak dapat timbul pada
usia berapa saja setelah
trauma lensa, infeksi
mata, atau akibat pajanan
radiasi atau obat tertentu.
Janin yang tepajan virus
rubella dapat mengalami
katarak. Para pengidap
diabetes melitus kronik
sering mengalami katarak,
yang kemungkinan besar
disebabkan oleh
gangguan aliran darah ke
mata dan perubahan
penanganan dan
metabolisme glukosa.
1.3Patofisiologi dan
Dampak Pada
penyimpangan KDM
Lensa yang normal adalah
struktur yang posterior
iris yang jernih,
transparan, berbentuk
seperti kancing baju,
mempunyai kekuatan
refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga
komponen anatomis.
Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada
korteks, dan yang
mengelilingi keduanya
adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan
bertambahnya usia,
nukleus mengalami
perubahan warna menjadi
coklat kekuningan. Di
sekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di
anterior dan posterior
nukleus. Opasitas pada
kapsul posterior
merupakan bentuk katarak
yang paling bermakna
nampak seperti kristal
salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia
dalam lensa
mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan
pada serabut halus
multipel (zunula) yang
memanjng dari badan
silier ke sekitar daerah
diluar lensa, misalnya
dapat menyebabkan
penglihatan mengalami
distorsi. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan
pandangan dengan
menghambat jalannya
cahaya ke retina. Salah
satu teori menyebutkan
terputusnta protein lensa
normal terjadi disertai
influks air kedalam lensa.
Proses ini mematahkan
serabut lensa yang tegang
dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu
enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah
enzim akan menurun
dengan bertambahnya
usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang
menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi
bilateral, namun
mempunyai kecepatan
yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian
trauma maupun sistemis,
seperti diabetes melitus,
namun merupakan
konsekuensi dari proses
penuaan yang normal.
Kebanyakan katarak
berkembang secara kronik
dan matang ketika
seseorang memasuki
dekade ke tujuh. Katarak
dapat bersifat kongenital
dan harus diidentifikasi
awal, karena bila tidak
terdiagnosis dapat
menyebabkan ambliopia
dan kehilangan
penglihatan permanen.
1.4Manifestasi Klinis
 Penurunan ketajaman
penglihatan, silau dan
gangguan fungsional
sampai derajat tertentu.
pengembunan seperti
mutiara keabuanpada
pupil sehingga retina tidak
akan tampak dengan
oftalmoskop.
Pandangan kabur atau
redup, menyilaukan
dengan distorsi bayangan
dan susah melihat di
malam hari.
 Pupil yang normalnya
hitam akan tampak
kekuningan, abu-abu atau
putih.
1.5Diagnostik Tes Yang
Lasim
Selain uji mata yang biasa,
keratometri dan
pemeriksaan lampu slit
dan oftalmoskopis, maka
A-scan ultrasound
(echography) dan hitung
sel endotel sangat
berguna sebagai alat
diagnostik, khususnya bila
dipertimbangkan akan di
lakukan pembedahan.
Dengan hitung sel endotel
2000 sel/mm3, pasien
merupakan kandidat yang
baik untuk dilakukan
fakoemulsifikasi dan
implantasi IOL.
1.6Penatalaksanaan Medis
Pengobatan berupa
eksisi seluruh lensa untuk
diganti oleh lensa buatan,
atau fragmentasi lensa
dengan ultrasound atau
laser, diikuti oleh aspirasi
fragmen dan penggantian
lensa.
Pembedahan
diindikasikasikan bagi
yang memerlukan
penglihatan akut untuk
bekerja atau keamanan.
ASUHAN KEPERAWATAN
KATARAK
PENGKAJIAN
Data-data yang perlu dikaji
pada asuha keperawatan
dengan katarak adalah :
1. Riwayat perjalanan
penyakit
a. Pola aktivitas/istirahat
Gejala : Perubahan
aktivitas biasanya/hoby
sehubungan dengan
gangguan penglihatan.
b. Pola nutrisi
Gejala : Mual/muntah
(glaukoma akut)
c. Pola neurosensori
Gejala : Gangguan
penglihatan (kabur/tak
jelas), sinar terang
menyebabkan silau
dengan kehilangan
bertahap penglihatan
perifer,kesulitan
memfokuskan kerja
dengan dekat/ merasa
diruang gelap.
d. Pola penyuluhan/
pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga
glaukoma, diabetes,
gangguan sistem
vaskuler, riwayat stress,
alergi, ketikseimbangan
endokrin, terpajan pada
radiasi, steroid/toksisitas
fenotiazin.
DIAGNOSA
KEPERWATAN
1.Ketakutan atau ansietas
yang berhubungan
dengan kerusakan sensori
dan kurangnya
pemahaman mengenai
perawatan pascaoperatif,
pemberian obat.
2.Resiko terhadap cedera
yang berhubungan
dengan kerusakan
penglihatan atau kurang
pengetahuan.
3.Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan
dengan prosedur invasif
(bedah pengangkatan
katarak)
4.Nyeri yang
berhubungan dengan
trauma peningkatan
TIO,inflamasi intervensi
bedah, atau pemberian
tetes mata dilator.
5.Potensial terhadap
kurang perawatan diri
yang berhubungan
dengan kerusakan
penglihatan.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
1.Ketakutan atau ansietas
yang berhubungan
dengan kerusakan sensori
dan kurangnya
pemahaman mengenai
perawatan pascaoperatif,
pemberian obat.
Kriteria evaluasi:
menurunkan stress
emosional, ketakutan dan
depresi, penerimaan
pembedahan dan
pemahaman instruksi.
Kaji derajat dan durasi
gangguan visual. Dorong
percakapan untuk
mengetahui keprihatinan,
perasaan dan tingkat
pemahaman.
R/:Informasi dapat
menghilangkan ketakutan
yang tidak diketahui.
Orientasika pasien pada
lingkungan yang baru.
R/: pengenalan terhadap
lingkungan membantu
mengurangi ansietas dan
meningkatkan ansietas.
 Jelaskan rutinitas operatif
R/: pasien yang telah
mendapat mendapat
informasi lebih mudah
menerima penanganan
dan mematuhi instruksi.
Jelaskan intervensi
sedetil-detilnya
R/: pasien yang
mengalami gangguan
visual bergantung pada
masukan indera lai untuk
mendapatkan informasi.
Dorong untuk
menjalankan kebiasaa
hidup seharihari bila
mampu.
R/: perawatan diri dan
kemandirian akan
meningkatkan rasa sehat
Dorong partisipasi
keluarga atau orang yang
berarti dalam perawatan
pasien.
R/: pasien mungkin tak
mampu melakukan
semua tugas sehubungan
dengan penanganan dan
perawatan diri.
Dorong partisipasi dalam
aktivitas sosial dan
pengalihan bila
memungkinkan.
R/:isolasi sosial dan waktu
luang yang terlau lama
dan menimbulkan
perasaan negatif.
2.Resiko terhadap cedera
yang berhubungan
dengan kerusakan
penglihatan atau kurang
pengetahuan.
Kriteria evaluasi: dapat
menurunkan resiko
terjadinya cedera.
Bantu pasien ketika
mampu melakukan
ambulasi pascaoperasi
sampai stabil dan sampai
mencapai penglihatan dan
ketrampilan koping yang
memadai.
R/: menurunkan resiko
jatuh atau cedera ketika
langkah sempoyongan
atau tidak mempunyai
ketrampilan koping untuk
kerusakan penglhatan.
Bantu pasien manata
lingkungan
R/: memfasilitasi
kemendirian dan
menurunkan resiko
cedera
Orientasikan pasien pada
ruangan
R/: meningkatkan
keamanan mobilitas
dalam lingkungan.
Bahas perlunya
penggunaan perisai metal
atau kacamata bila
diperlukan.
R/: temeng logam atau
kaca mata melindungi
mata terhadap cedera.
Jangan memberikan
tekanan pada mata yang
terkena trauma
R/:tekanan pada mata
dapat menyebabkan
kerusakan serius lebih
lanjut.
Gunakan prosedur
yanga memadai ketika
memberikan obat mata.
R/: cedera dapat terjadi
bila wadah obat
menyentuh mata.
3. Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan
dengan prosedur invasif
(bedah pengangkatan
katarak)
Kriteria evaluasi :
menunjukan peningkatan
penyembuhan luka tepat
waktu, bebas drainase
purulen, eritema dan
demam.
Diskusikan pentingnya
mencuci tangan sebelum
menyentuh/mengobati
mata.
R/:menurunkan jumlah
bakteri pada tangan,
mencegah kontaminasi
area operasi.
Gunakan teknik yang
tepat untuk embersihkan
mata dari dalam keluar
dengan tisu basah/bola
kapas untuk tiap usapan,
ganti balutan, dan
masukan lensa kontak bila
menggunakan.
R/:tehnik aseptik
menurunkan resiko
penyebaran bakteri dan
kontaminasi silang.
Tekankan untuk tidak
menyentuh/ menggaruk
mata yang dioperasi.
R/: mancegah kontaminasi
dan kerusakan sisi operasi
Observasi tanda
terjadinya infeksi.
R/:Infeksi mata terjadi 2-3
hari setelah prosedur dan
memerlukan upaya
intervensi.
Berikan obat sesuai
indikasi.
R/:Sediaan topikal
digunakan secara
profilaksis, dimana terapi
lebih diperlukan bila terjadi
infeksi.
4.Nyeri yang
berhubungan dengan
trauma peningkatan
TIO,inflamas intervensi
bedah, atau pemberian
tetes mata dilator.
Kriteria evaluasi:
Berikan obat untuk
mengontrol nyeri dan TIO
sesuai resep
R/;pemakaian obat sesuai
resep akan mengurangi
nyeri dan TIO serta
meningkatkan rasa
nyaman.
Berikan kompres dingin
sesuai permintaan untuk
trauma tumpul
R/: mengurangi edema
akan mengurangi nyeri.
Kurangi tingkat
pencahayaan, cahaya
diredupkan, diberi tirai/
kain.
R/: tingkat pencahayaan
yang lebih rendah lebih
nyaman setelah
pembedahan.
Dorong penggunaan
kaca mata hitam pada
cahaya kuat.
R/: cahaya yang kuat
menyebabkan rasa tak
nyaman setelah
penggunaan tetes mata
dilator.
5.Potensial terhadap
kurang perawatan diri
yang berhubungan
dengan kerusakan
penglihatan.
Kriteria evaluasi; Klien
dapat memenuhi
kebutuhan perawatan diri
Beri instruksi pada pasien
atau orang terdekat
mengenai tanda dan
gejala koplikasi yang
harus dilaporkan segera
kepada dokter
R/:penemuan dan
penenganan awal
komplikasi dapat
mengurangi resiko
kerusaka lebih lanjut.
Beri instruksi lisan dan
tertulis untuk pasien dan
orang yang berarti
mengenai tehnik yang
benar memberikan obat.
R/:pemakaian teknik yang
benar akan mengurangi
resiko infeksi dan cedera
mata.
Evaluasi perlunya
bantuan setelah
pemulangan
R/:sumber daya harus
tersedia untuk layanan
kesehatan, pendamping
dan teman dirumah.
Ajari pasien dan keluarga
teknik panduan
penglihatan.
R/:memungkinkan
tindakan yang aman
dalam lingkungan